Jathilan merupakan tarian tradisional yang penarinya menggunakan kuda kepang dan dilengkapi dengan unsur magis. Tarian ini digelar dengan iringan beberapa macam alat musik gamelan seperti: kendang, saron dan gong.
Tari Jathilan tumbuh di kalangan masyarakat bersifat sederhana. Istilah atau nama tarian ini bermacam-macam, misal: kuda lumping, reog dan jaran kepang atau kuda kepang. Jathilan merupakan jenis tari yang paling tua di Jawa. Pada zaman dahulu tarian ini menggambarkan sebuah tari yang menyerupai dan menirukan gerakan kuda. Hal ini disebabkan orang zaman dahulu memercayai roh-roh kuda sebagai pelindung.
Mengenai asal-usul atau awal mula dari kesenian jathilan ini, tidak ada catatan sejarah yang dapat menjelaskan dengan rinci, hanya cerita-cerita verbal yang berkembang dari satu generasi ke generasi lain. Dalam hal ini, ada beberapa versi tentang asal-usul atau awal mula adanya kesenian Jathilan ini.
Konon, Jathilan, yang menggunakan properti berupa kuda tiruan yang terbuat dari bambu ini, merupakan bentuk apresiasi dan dukungan rakyat jelata terhadap pasukan berkuda Pangeran Diponegoro dalam menghadapi penjajah Belanda. Selain itu, ada versi lain yang menyebutkan, bahwa Jathilan menggambarkan kisah perjuangan Raden Patah, yang dibantu oleh Sunan Kalijaga melawan penjajah Belanda. Adapun versi lain menyebutkan bahwa tarian ini mengisahkan tentang latihan perang pasukan Mataram yang dipimpin Sultan Hamengku Buwono I, Raja Mataram untuk mengadapi pasukan Belanda. Apapun versi cerita di balik Jathilan mempunyai satu inti, sama-sama melawan penjajah Belanda pada waktu itu.
Jumlah penari Jathilan umumnya ada sepuluh orang. Namun, jika dihitung beserta penabuh gamelan, maka kurang lebih berjumlah empat puluh orang. Aksesoris yang digunakan antara lain gelang tangan, gelang kaki, ikat lengan, kalung (kace), mahkota (kupluk Panji), dan keris. Makna dari busana dan aksesoris yang digunakan adalah meniru tokoh Panji Asmarabangun, yaitu putra dari kerajaan Jenggala Manik.
Pagelaran kesenian ini dimulai dengan tari-tarian oleh para penari yang gerakannya sangat pelan. Tetapi kemudian gerakanya perlahan-lahan menjadi sangat dinamis mengikuti suara gamelan yang dimainkan. Gamelan untuk mengiringi Jathilan ini cukup sederhana, hanya terdiri dari drum, kendang, kenong, gong, dan slompret, yaitu seruling dengan bunyi melengking. Lagu-lagu yang dibawakan dalam mengiringi tarian, biasanya berisikan himbauan agar manusia senantiasa melakukan perbuatan baik dan selalu ingat pada Sang Pencipta. Namun, ada juga yang menyanyikan lagu-lagu lain.
Setelah sekian lama, para penari kerasukan roh halus sehingga hampir tidak sadar dengan apa yang mereka lakukan. Mereka melakukan gerakan-gerakan yang sangat dinamis mengikuti rancaknya suara gamelan yang dimainkan.
Di samping para penari dan para pemain gamelan, dalam pagelaran Jathilan pasti ada pawang roh, yaitu orang yang bisa “mengendalikan”roh-roh halus yang merasuki para penari. Jumlahnya bisa mencapai tiga orang. Pawang dalam setiap pertunjukan jathilan ini adalah orang yang paling penting karena berperan sebagai pengendali sekaligus pengatur lancarnya pertunjukan dan menjamin keselamatan para pemainnya. Tugas lain dari pawang adalah menyadarkan atau mengeluarkan roh halus yang merasuki penari jika dirasa sudah cukup lama atau roh yang merasukinya telah menjadi sulit untuk dikendalikan.
Selain melakukan gerakan-gerakan yang sangat dinamis mengikuti suara gamelan pengiring, para penari itu juga melakukan atraksi-atraksi berbahaya yang tidak dapat dinalar oleh akal sehat. Di antaranya adalah mereka dapat dengan mudah memakan benda-benda tajam seperti silet, pecahan kaca, menyayat lengan dengan golok bahkan lampu tanpa terluka atau merasakan sakit.
Selain mengandung unsur hiburan dan religi, kesenian tradisional jathilan ini seringkali juga mengandung unsur ritual karena sebelum pagelaran dimulai, biasanya seorang pawang akan melakukan suatu ritual yang intinya memohon izin pada yang menguasai tempat tersebut yang biasanya ditempat terbuka supaya tidak menggangu jalannya pagelaran dan demi keselamatan para penarinya.
Yang menambah kesan magis dalam kesenian Jathilan adalah adanya beberapa jenis sesaji antara lain pisang raja satu tangkep, jajanan pasar yang berupa makanan-makanan tradisional, tumpeng robyong yang dihias dengan kubis, dawet, beraneka macam kembang, dupa Cina dan menyan, ingkung klubuk (ayam hidup) yang konon digunakan sebagai sarana pemanggilan makhluk halus dan lain-lain.
Sejatinya, pagelaran ini seperti pagelaran seni yang lainnya yang umumnya mempunyai suatu alur cerita. Jadi biasanya Jathilan ini membawakan sebuah cerita yang disampaikan dalam bentuk tarian. Sayangnya saat ini tidak banyak orang yang melihat pertunjukan seni dari sisi pakem bentuk kesenian tersebut melainkan dari sisi hiburannya. Yang mereka lihat dan lebih mereka senangi adalah bagian di mana para pemain jathilan ini seperti kerasukan dan melakukan atraksi-atraksi berbahaya. Jadi masyarakat melihat Jathilan sebagai sebuah pertunjukan tempat pemain kerasukan. Bukan sebagai pertunjukan yang ingin bercerita tentang suatu kisah.
-sumber artikel dari internet http://kultur-majalah.com/index.php/tradisi-folklore/363-jathilan-kesenian-yang-terabaikan
- Gambar :
http://kumpulankata.wordpress.com
http://forum.detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar